Ketiduran di Indonesia NEXT 2016
Rumah Sejuta Martabak
Grha Shaba Pramana, Gadjah Mada University, Yogyakarta City, Indonesia
Kali
terakhir gue berkunjung ke Grha Shaba Pramana, Universitas Gadjah Mada adalah
ketika mengikuti seminar Asosiasi Televisi Seluruh Indonesia a.k.a ATVSI. Kayaknya
waktu itu Awkarin dan Young Lexx belum setenar sekarang dan Rachel Venya
follower Instagramnya masih bisa dihitung pake jari.
Kemarin,
akhirnya gue jalan-jalan lagi ke sana buat ngikutin seminar yang didukung penuh
sama Telkomsel, namanya Indonesia Next Extraordinary Talent 2016 atau yang
dikenal dengan Indonesia NEXT 2016.
Indonesia
NEXT Yogyakarta adalah kota terakhir dari rangkaian pagelaran acara ini. Sebelumnya
mereka sudah ke Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, to find out the next extraordinary talents.
Totalnya ada 30 orang finalis dan 18 di antaranya berkesempatan jalan-jalan ke
Silicon Valley, dan sisanya ke Singapura. Kan gue jadi pengen..
Tapi
kali ini, gue nggak akan nyeritain soal kecemburuan gue sama finalis acara ini.
Kali ini gue pengen nge-reshare
hal-hal apa saja yang gue dapat di sana, yang tentu saja seputar IT dan start
up. Harapannya sih setelah ngeshare ini, kamu nggak jomlo lagi.
Total
ada 4 Creative Session yang menjadi inti di acara ini, dan karena waktunya
barengan jadi gue cuma bisa ngikutin satu kelas aja; IT Session, dibawakan oleh
Norman Sasono, Co-Founder Bizzy.co.id yang pernah 8 tahun bekerja buat
Microsoft Indonesia, dan Prasetyo Ady Wicaksono, a young geek yang nelurin
ide Jakarta Smart City.
IT
session oleh Norman Sasono dan Praw.
Fashion
& Photography oleh Dian Pelangi.
Culinary
& Tourism oleh Barry Kusuma.
Movie
& Music oleh Denny Santoso.
Sebelum
acara creative session dimulai, acara dibuka dengan seminar internasional oleh Roy Simangunsong, Country Head of Twitter
Indonesia yang ngejelasin tentang… kalau gampangnya adalah, cara bijak
menggunakan media sosial terutama Twitter. Kenapa Twitter? Karena dia orang
Twitter, Tjuk. Bapak yang usianya udah 43 tahun ini bilang, untuk bisa survive dan berguna di era media sosial
seenggaknya ada 4 hal yang harus kamu miliki.
Satu,
learn from others
Maksudnya
adalah, ikutin orang-orang yang suka bagiin informasi di Twitter, atau orang-orang
yang minat dan bakatnya segaris sama kamu, dan pelajari cara mereka menggunakan
media sosial. Banyak kok selebtwit-selebtwit yang senang bagiin tips dan trik
agar kamu bisa jadi seperti dia.
Dua,
open-minded
Ini
penting sih kalo menurut gue. Di antara sepuluh orang, senggaknya ada satu atau
dua orang yang nggak akan setuju ketika gue bilang Bill Gates itu suka banget makan
durian. Perbedan pendapat itu biasa, yang menarik adalah bagaimana kamu mau
menerima perbedaan itu tanpa merasa kamulah
yang paling benar. Intinya bukan soal benar atau salah, tapi soal
perspektif.
Tiga,
attitude matters
Baca
aja nomor satu dan dua, nanti ngerti kok bagian ini.
Empat,
never stops.
Logika
sederhananya adalah, gue ngefollow orang-orang di Twitter alasannya biasanya
ada dua. Pertama, suka dengan twit-twitnya, dan kedua pengen jadi seperti dia
juga. So, what am I going to do? Ya, never stops trying to be like them.
Banyak
yang berhenti sebelum mencoba, mencoba dan gagal lalu behenti. That’s why Roy put “never stops” on the list above.
Pembicara
kedua adalah Yansen (Handsome) Kamto, Chief Executive KIBAR yang entah kenapa
walaupun botak tapi tetep ganteng. Gue waktu botak kayak dia malah mirip
orang-orangan sawah yang nggak nggak pernah disamperin burung; hampa.
Yansen
ngebantu ngejelasin bagaimana cara membangun koneksi dan relasi, yang katanya,
bisa dimulai dari teman dan keluarga (yang pasti sevisi dan semisi), lalu teman
dari teman, komunitas, volunteer-ing, dan seterusnya.
Kalau
udah punya ide bisnis, yang berikutnya bukanlah mempelajari semua hal tentang
bisnis dan memulainya sendirian soalnya itu bakal makan waktu yang lama dan
cenderung lebih cepat gagal. Gue kalo mau makan nasi padang pake rendang dan
lele goreng, daripada harus ke pasar beli alat dan bahannya dan belum tentu gue
bisa bikinnya, mending gue beli aja di Rumah Makan Padang. Kalaupun jadi bikin
sendiri, belum tentu rasanya seenak yang ada di rumah makan yang udah terkenal.
Lagian, gue nggak bisa masak.
Sama
halnya kalo mau mulai start up. Just
focused on your strength. If you are a hacker, find a hustler and a hipster and
then build your own start up. If you are a hustler, find a hacker and a hipster
and then build your own start up. If you are a hipster, just find a hacker and
a hustler and build your own start up. Sisanya? Nanti akan datang sendiri
jika kamu: punya visi yang sama, and never stops.
Opportunity doesn’t happening by chance, but you can create it. – Yansen Kamto.
Setelah
sesi ini peserta dikasih waktu buat istirahat selama sekitar 45 menit sampai
satu jam. Gue manfaatin waktu ini buat makan, meriksa catatan, dan jajan. Iya,
di sepanjang kiri-kanan lokasi acara tersedia booth makanan dan jajanan yang
harganya rata, Rp1 per satu jenis jajanan kalo bayarnya pake T-Cash. Bayangin aja
saldo T-Cash gue kemarin ada Rp.48ribu+. HAHAHA.
Setelah
itu kita masuk ke acara inti yang paling gue suka.
Creative
IT Session yang dibawain sama Norman Sasono dan Praw. Sebelum memulai, Norman
ngesaranin buat yang pengen serius di dunia start up buat baca beberapa buku
terkait kayak The Start Up Owner Manually, The Lean Start Up, dan Business
Model Generation.
Setelah
itu, gue dikasi beberapa fakta yang bikin gue jadi bengong sendiri.
- Netfilx, the
largest movie house has no cinemas
- Uber, the largest
taxies company has no taxi
- Facebook, the
largest information company never creates their own contents
- Airbnb, the
largest hotel company has no room.
- and many more.
Pas
Norman Sasono bilang kayak gini, gue langsung mikir, “IYA JUGA, NGGAK KEPIKIRAN
TAPI KOK BISA YA?”. Itulah yang dinamakan Digital Disruption,
perusahan-perusahaan itu disebut Platform, mereka cuma menyediakan jasa. Sama kayak
Go-Jek yang nggak punya motor, mereka hanya menyediakan jasa buat mempertemukan
tukang ojek dengan orang yang mau naik ojek dengan cara yang lebih mudah dan
efisien. Dan faktanya, harga perusahaan berbentuk platform ini jauh lebih mahal
daripada yang konvensional. It’s all
about how to solving problem.
But, hey, how?
Gampang,
kata Norman Kamaru Sasono.
Satu,
build the right thing
Dua,
build the thing right.
Build, measure, learn, repeat. – Norman Sasono.
Berikutnya,
Praw (ini biar akrab aja soalnya umurnya samaan sama gue) ngejelasin soal
bagaimana teknologi begitu membantu pekerjaan sehari-hari melalui mobile apps yang banyak diciptakan. Nggak
terlalu banyak sih yang bisa gue share di bagian ini karena pada intinya sama
aja. Praw fokus mengajak orang-orang yang punya ide brilian tapi kemampuannya
terbatas dari segi finansial ataupun yang lainnya biar nggak berhenti gitu aja.
Sama kayak yang dibilang Yansen dan Roy di awal, learn from others, find your weakness and build your own start up.
Sekian dari saya, terima kasih telah mendengarkan. -- Praw.
Acara
Indonesia NEXT 2016 ini sendiri ditutup dengan penampilan Cak Lontong dan RAN,
dan juga penerimaan hadiah buat beberapa kompetisi yang digelar selama acara
yang berlangsung dari pagi sampai malam ini. Secara keseluruhan acaranya keren
banget, gue hanya nggak habis pikir di tengah berlangsungnya acara keren dan
bermanfaat serta inspiratif kayak gini, ada satu orang yang bisa tidur dengan
dengan pulas padahal duduknya paling depan*.
*nggak
difoto soalnya nggak penting.
**karena
nggak bawa kamera, jadi sebagai pendukung tulisan beberapa gambar gue ambil
dari akun Twitter Indonesia Next.